Amalan, Hizib dan Azimat
http://www.nu.or.id/post/read/15258/amalan-hizib-dan-azimat
pendidikan agama islam
Senin, 15 Januari 2018
Amalan, Hizib dan Azimat
Selasa, 09 Januari 2018
Kamis, 17 Agustus 2017
Kesalahan Memaknai Hadits Datangnya Khilafah !
Muslimedianews.com ~ Urgensi khilafah dalam ranah politik Islam sebagai simbol pemersatu kaum Muslimin dan lambang kejayaan umat Islam di masa silam memang benar. Para ulama telah memaparkan pentingnya khilafah serta segala hal yang terkait dengannya dalam kitab-kitab mereka. Tetapi lebih penting dari itu, harus dijelaskan pula bahwa khilafah bukan termasuk rukun iman dan bukan pula rukun Islam.
Hujjatul Islam al-Ghazali berkata: “Kajian tentang imamah (khilafah) bukan termasuk hal yang penting. Ia juga bukan termasuk bagian studi ilmu rasional, akan tetapi termasuk bagian dari ilmu fikih (ijtihad ulama). Kemudian masalah imamah berpotensi melahirkan sikap fanatik. Orang yang menghindar dari menyelami soal imamah lebih selamat dari pada yang menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan benar, dan apalagi ketika salah dalam menyelaminya”. (al-Iqtishad fi al-I’tiqad, (Beirut: al-Hikmah, 1994), hal. 200, (edisi Muwaffaq Fauzi al-Jabr).
Fatwa al-Azhar juga menegaskan bahwa:
Selasa, 15 Agustus 2017
“Kupluk Cak Nun” di Tanah Suci
Kupluk, kopyah atau peci alias songkok sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak lama. Selama ini orang memakai kupluk dengan berbagai alasan, namun kebanyakan ya karena sudah menjadi adat kebiasaan saja. Umumnya orang Indonesia pakai kupluk tebal berwarna hitam. Banyak orang Indonesia, terutama yang muslim nampak kurang percaya diri jika tidak pakai kupluk hitam. Kupluk warna hitam ini sangat dikenal di tanah suci Mekah, karena sudah menjadi identitas khas orang Indonesia, terutama sejak Bung Karno meneriakkan kebangkitan Negara-negara Asia Afrika di tahun 1955 hingga periode Ganefo pada tahun 1960-an. Bahkan di Mekah ada pohon yang dinamakan Sukarno.
Perihal Keselamatan Agama di Luar Islam
Mahbib, NU Online | Selasa, 18 Juli 2017 16:30
Oleh M. Kholid Syeirazi
Sebagaimana ditunjukkan Al-Qur’an dan Hadits, Islam dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu semua agama tauhid yang dibawa para nabi dan rasul, dan nama bagi agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an menunjukkan kesatuan umat manusia, anak cucu Adam, yang menyembah Allah (QS. al-Anbiya’/21: 92) dan terikat penjanjian primordial untuk mengesakan-Nya (QS. al-A’râf/7: 172). Manusia kemudian terpecah-belah dan Allah mengutus para nabi dan rasul untuk menegakkan agama tauhid (QS. al-Baqarah/2: 213).
Oleh M. Kholid Syeirazi
Sebagaimana ditunjukkan Al-Qur’an dan Hadits, Islam dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu semua agama tauhid yang dibawa para nabi dan rasul, dan nama bagi agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an menunjukkan kesatuan umat manusia, anak cucu Adam, yang menyembah Allah (QS. al-Anbiya’/21: 92) dan terikat penjanjian primordial untuk mengesakan-Nya (QS. al-A’râf/7: 172). Manusia kemudian terpecah-belah dan Allah mengutus para nabi dan rasul untuk menegakkan agama tauhid (QS. al-Baqarah/2: 213).
Sabtu, 24 Desember 2016
Harlah, Maulid, dan Natal
Oleh KH Abdurrahman WahidPenggunaan
ketiga kata di atas dalam satu nafas, tentu banyak membuat orang marah.
Seolah-olah penulis menyamakan ketiga peristiwa itu, karena bagi
kebanyakan kaum Muslimin, satu dari yang lain sangat berbeda artinya.
Harlah (hari lahir) digunakan untuk menunjuk kepada saat kelahiran
seseorang atau sebuah institusi.<> Dengan demikian, ia memiliki
"arti biasa" yang tidak ada kaitannya dengan agama. Sementara bagi kaum
Muslimin, kata Maulid selalu diartikan saat kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Dan kata Natal bagi kebanyakan orang, termasuk kaum Muslimin dan
terlebih-lebih kaum Nasrani, memiliki arti khusus yaitu hari kelahiran
Isa Al-Masih. Karena itulah,
Rabu, 14 Desember 2016
Masyarakat Nusantara (dulu), Masyarakat Indonesia (kini)
Ahmad Rifai
•
Tulisan ini adalah catatan elaborasi penulis yang mudah-mudahan bisa menjadi “oleh-oleh” yang lain dari acara Sarasehan Budaya yang diselenggarakan oleh Majelis Masyarakat Maiyah Nusantara dalam rangkaian acara Banawa Sekar di Pendopo Agung Majapahit, Trowulan, Mojokerto, pada tanggal 27 Mei 2014 dan bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1435H lalu.
Tulisan ini adalah catatan elaborasi penulis yang mudah-mudahan bisa menjadi “oleh-oleh” yang lain dari acara Sarasehan Budaya yang diselenggarakan oleh Majelis Masyarakat Maiyah Nusantara dalam rangkaian acara Banawa Sekar di Pendopo Agung Majapahit, Trowulan, Mojokerto, pada tanggal 27 Mei 2014 dan bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1435H lalu.
Struktur Sosial Masyarakat Majapahit
Sebagaimana beliau paparkan, bahwa struktur masyarakat Majapahit saat itu digambarkan terdiri atas 7 lapisan kelompok warga. Adanya pembagian struktur masyarakat seperti ini, sepintas lalu kesannya sangat feodal. Karena ada warga negara yang paling tinggi, yakni kelas 1; dan ada warga negara yang paling rendah, yakni kelas 7. Padahal spiritnya bukan perbedaan kelas atau strata masyarakat sebagaimana yang berlangsung seperti di jaman Hindia Belanda. Tapi lebih merupakan pembagian berdasarkan realitas yang ada berdasarkan ukuran-ukuran nilai yang diyakini saat itu, yang bersesuaian dengan fungsi dan peran kelompok warga dalam negara.
Langganan:
Postingan (Atom)